04 Oktober 2017

Aturan Dana Desa Banyak yang Membingungkan | Kawal Dana Desa

Dari Gempolkerep - (Kompas.com) Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah regulasi yang tumpang tindih. Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) pada Selasa (5/9/2017) siang, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mengevaluasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Dana Desa.

Hadir dalam RDP tersebut perwakilan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan Agung RI, Kepolisian Republik Indonesia, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Asisten Khusus Jaksa Agung Asep Nana Mulyana, regulasi yang tumpang tindih banyak ditemukan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Desa.

Ia menyebutkan, setidaknya ada lima peraturan pemerintah di bawah UU, ditambah 13 aturan setingkat menteri (peraturan menteri) sebagai payung hukum pelaksanaan pengelolaan dana desa.

"Orang desa sampai bingung bagaimana menatalaksanakan keuangan dana desa. Aturan sedemikian banyak dan rigid," kata Asep.

Senada dengan Asep, Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, dari hasil Litbang KPK 2015 tentang dana desa ditemukan regulasi yang tumpang tindih antara Kemendagri dan Kemendes.

Selain soal regulasi yang kurang sejalan, hasil kajian KPK menemukan masalah pengawasan yang belum optimal. Ketersediaan inspektorat kabupaten sangat terbatas, hanya sekitar 20-30 orang. Padahal, pada satu kabupaten rata-rata ada 100 desa. Belum lagi untuk melakukan pengawasan di desa-desa ini dibutuhkan biaya yang mahal.

Lantas bagaimana dengan penggunaan aplikasi untuk monitoring penyaluran dan pengawasan dana desa?

Direktur Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah Wilayah III BPKP Iskandar Novianto mengatakan, sejak diuji coba pada 2015, aplikasi Sistem Keuangan Daerah (Siskeudes) belum banyak digunakan di desa-desa.

"Padahal kalau satu sistem digunakan di desa, akan lebih mudah juga diintegrasikan dengan sistem yang lain (milik pusat)," kata dia.

"Sudah empat tahun lho ini undang-undang. Tapi belum matic, masih manual terus. Padahal aplikasi (Siskeudes) ini gratis. Tapi enggak ada 50 persen desa yang pakai. Apalagi disuruh bayar," ujar Akhmad."Sudah empat tahun lho ini undang-undang. Tapi belum matic, masih manual terus. Padahal aplikasi (Siskeudes) ini gratis. Tapi enggak ada 50 persen desa yang pakai. Apalagi disuruh bayar," ujar Akhmad.

Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam sepakat bahwa implementasi dana desa masih banyak kekurangan. Selain kewenangan dan pertanggungjawaban yang ada pada banyak kementerian, nyatanya aplikasi yang disediakan belum bisa membuat pengelolaan keuangan di desa menjadi lebih mudah.

Tidak ada komentar:
Write komentar

Keuangan Desa | Fase Perencanaan dan Penganggaran Untuk Tahun 2019

Dari Gempolkerep - Bulan Oktober hingga Desember menjadi bulan yang sibuk untuk Pemerintahan Desa, khususnya di tahun 2018 ini. Hal ini...